Langsung ke konten utama

PSIKOANALISIS DALAM KAJIAN BUDAYA (JOHN STOREY)

Disarikan dari:
Storey, John. (2009). Cultural theory and popular culture. An introduction (5th ed.). Harlow, England: Pearson-Longman.



Mekanisme “aktif-pasif” dalam menonton film pop
            Seperti sebuah mimpi, film menuturkan narasi yang dibuat dari berbagai gambar dan motion,  lalu dengan melalui proses tertentu, film dapat bergema dan menyatu dalam pemikiran kita.  Proses tersebut oleh Laura Mulvey’s (1975) disebutkan dalam esainya- Visual Pleasure and Narrative Cinema- disebabkan karena ‘kenikmatan visual’, seperti yang juga dibahas lebih mendalam oleh John Storey dalam pada sub-bab Psikoanalisa: cine-physicoanalysis. Storey menyebutkan bahwa Mulvey melalui pendekatan ‘political phsycoanalysis’ dengan esai tersebut hendak membahas (bagaimana) dan membongkar struktur patrialkal film yang memproduksi dan mereproduksi ‘tatapan laki-laki’. Bahwa kenikmatan memandang telah terpecah antara aktif/lelaki dan pasif/perempuan.”

            Laura Mulvey  menyatakan  bahwa posisi perempuan dalam film pop ada dalam dua wilayah erotic object: narasi media dan spectator/ penonton media.  Itu disebabkan karena cara pandang kamera yang membuat narasi tersebut menggunakan cara pandang laki-laki dan ideology patriarkinya. Jadi pada titik ini, kenikmatan menonton telah banyak disalah artikan dengan menempatkan perempuan sebagai yang ditonton (pasif) dan laki-laki sebagai yang menonton (aktif).  Film adalah serangkaian narasi dari fantasi dari cara pandang laki-laki (male gaze) tentang figure perempuan, sehingga perempuan menjadi to be look at ness (enak dipandang) yang diproyeksikan dan diceritakan melalui figure perempuan di layar dan dipertontonkan kepada masyarakat. Hingga akhirnya perempuan sendiri tidak punya kuasa atas dirinya sendiri.  Di sinilah Muvley ingin merombak referensi yang disebut ‘kenikmatan visual’ yang telah dibentuk oleh konstruksi sosial masyarakat tadi, karena kerap mendominasi dan merugikan penonton perempuan.
           
Muvley kemudian menjelaskan bahwa dominasi tersebut bekerja melaui –mengundang-Scopophilia/ voyeurism (Freud) dan mempromosikan narsisme identitas (perempuan). Scopophilia adalah kesenangan melihat dan mengintip. Melibatkan dan  'menjadikan orang lain sebagai obyek seksual, dan menundukkan mereka dalam tatapan pengendali (rangsangan seksual)’ yang dirangsang oleh berbagai teknis pembuatan sampai penayangan film.  Perempuan tidak lain hanyalah object voyeurism tadi, hal tersebut diakibatkan dari keaktifan laki-laki dalam melihat dan melahirkan rasa ingin tahu yang meluap-luap dan menjadikan penonton bekerja melalui identifikasi sebagai subjek yang sama sebagai mata kamera yang laki-laki itu. Selain, itu meskipun film pop sering menampilkan perempuan, namun tempat bagi perempuan hanyalah seagai peran tambahan (penting atau tidak dan tokoh utama atau sisipan ) dari bagian dan konteks rasionalisasi laki-laki (lihat film-film superhero woman).
           

Mulvey menyimpulkan argumennya dengan menyatakan bahwa kesenangan/ kenikmatan film pop harus dimusnahkan dalam rangka untuk membebaskan perempuan dari eksploitasi dan penindasan dari pasif menjadi aktif. Dia mengusulkan revolusi Brechtian dalam pembuatan film, yang menjadikan orang-orang yang terlibat di dalamnya peka atau peduli terhadap kondisi sosial yang ada disekitarnya, seperti proses teater epik-nya, yang salah satu cirinya adalah menjaga/ menahan  agar tidak terjadi suatu identifikasi yang dilakukan penonton terhadap tokoh-tokoh yang terjadi di panggung. Sebuah kerja dari efek aleniasi, yang tetap mungkin dikenalnya apa yang ditiru tapi sekaligus menjadi sesuatu yang asing.

Zizek dan Fantasi Lacanian   
Zizek muncul untuk membedah banyak perkara dengan meramu pemikiran dari Hegel, Marx dan terutama Lacan. Pada su-bab ini Storey mencoba membahas elaborasi Zizek terhadap gagasan fantasi Lacanian.  Fantasi ini tidak sama dengan ilusi. Fantasi mengatur bagaimana kita melihat dan memahami kenyataan. Ia bekerja sebagai bingkai dalam cara kita melihat dan memahami dunia. Fantasi membuat kita unik,  memberikan sudut pandang; mengatur kita  dalam  melihat dan mengalami dunia di sekitar kita.

            Zizek (1989) berpendapat bahwa ‘Realitas’ adalah hasil dari kontruksi fantasi yang memungkikan kita untuk menyebunyikan/ menutupi  hasrat kita. Fantasi bukanlah peristiwa di mana keinginan kita terpenuhi, sepenuhnya dan puas, namun sebaliknya, sebuah peristiwa yang menyadari, tahapan, bagaimana menciptakan keinginan seperti itu. Itu titik dasar psikoanalisis  bahwa keinginan bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja, tetapi sesuatu yang dikonstruksi - dan justru peran fantasi untuk memberikan titik keinginan subjek, untuk menentukan objeknya, untuk mencari posisi subjek mengasumsikan objeknya. Fungsi ruang fantasi sebagai permukaan yang kosong, semacam layar untuk proyeksi keinginan. Keinginan tidak pernah terpenuhi, itu tak henti-hentinya direproduksi dalam fantasi.
           
           


            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“TANAH” YANG INGIN DIJELASKAN

foto-foto Taufik Darwis Oleh Taufik Darwis K omunitas Celah Celah Langit (CCL)  melalu i penyu tradara an Iman Soleh mementaskan “ Tanah : O de K ampung K ami ” . Malam itu tanggal  2 8 Desember 201 2 di markas CCL sendiri (Ledeng, Bandung). Sebelum pertunjukan, seperti yang sudah menjadi kebiasaan penyelenggaraan pertunjukan di CCL, Iman Soleh sebagai pemimpin komunitas sekaligus sutradara menyapa penonton yang sudah berkumpul di panggung terbuka yang terletak di tengah-tengah bangunan kost-kostan  yang cukup luas. Penonton di CCL adalah penonton yang beragam, mulai dari masyarakat Ledeng (dari anak kecil sampai orang tua), mahasiswa, sampai kalangan penjabatat dan seniman. Setelah menyapa dangan hangat, Iman Soleh kemudian menceritakan tentang proses terciptanya pertunjukan, dari mulai gagasan, observasi-riset, penulisan naskah sampai proses produksi transformasi naskah ke bentuk pertunjukan. Gagasan tentang “Tanah” ini adalah gagasan tematik yang hamp...

pentas CANNIBALOGY: Refleksi Titik Nadir Sebuah Peradaban (Khazanah_Pikiran Rakyat_7_Agustus_2011)

 09 Agustus 2011  teks BenJon,  sutradara Taufik Darwis Taman Budaya Jawa Tengah, Solo, 22 Juni 201, pukul 19.30 WIb Teater Gema PGRI IKIP Semarang, 24 Juni 2011, pukul 19.30 WIb G.K Sunan AMbu STSI Bandung, 21 Juli 2011, pukul 19.30 WIb oleh F. X. Widaryanto Hampir setengah abad yang lalu peristiwa pembunuhan massal yang terstruktur pernah terjadi. Pada tahun 90-an, Suharto sebagai RI-1 kala itu mendapat julukan tak sedap sebagai seorang diktator yang kejam. Demi kekuasaan yang didambakannya, ia tidak menghalangi pemusnahan sebagian anak bangsa yang terlibat pada pemberontakan G 30 S yang disandang oleh pengikut Partai Komunis Indonesia atau PKI. Lepas dari peristiwa yang kemudian menjadi rekayasa sejarah yang tak keruan juntrungnya, Benny Yohanes menuliskan naskah yang menarik yang diberi tajuk Cannibalogy. Ia mencoba menjejerkan tokoh Suman[to] dan Suhar[to] dalam sebuah laku yang tak pelak merupakan homo homini lopus 'manusia menjadi serigala bagi se...

RUMAH YANG KEHILANGAN CERITA DARI FESTIVAL DRAMA PELAJAR 2012 DI SEMARANG

Oleh Afrizal Malna Sebuah pertunjukan teater, setelah layar ditutup dan penonton pulang, akhirnya tidak perduli: apakah pertunjukan itu dimainkan seorang pelajar, pengangguran, atau aktor yang sudah tua. Penonton hanya meminta sebuah pertunjukan yang dilakukan sungguh-sungguh. Tidak perlu minta maaf, karena persiapan yang kurang, pintu yang dipaku tidak rapi, atau tetek-bengek lainnya yang tidak tertangani; tidak dapat izin dari sekolah atau dari orang tua. Teater lahir, hanya karena kamu bisa berdiri, melihat, berbicara, bergerak dan diam; bisa bercermin, membuat bayangan, imajinasi dan ilusi. Dan penonton akan membawa ilusi itu ke dunia mereka masing-masing. Menyimpannya sebagai kisah yang mungkin akan diceritakannya kembali kepada sahabat-sahabat mereka, ketika pertunjukan itu berhasil tinggal lebih lama lagi dalam kenangan mereka. Teater membuat seseorang mulai berkenalan dari bagaimana cara menggergaji, memaku sebilah papan, menjahit, memerankan seseorang, menyamp...