- Louis
Althusser menolak penafsiran yang bersifat mekanistik tentang hubungan
antara basis dan superstruktur (Marx). Sebagai gantinya, dia mengemukakan
konsep formasi sosial. Formasi
sosial meliputi tiga jenis praktek: ekonomi, politik, dan ideologi.
Superstruktur bukan pencerminan atau refleksi pasif dari basis, melainkan
superstruktur berperan penting bagi eksistensi basis. Dengan begitu,
superstruktur memiliki otonomi
relatif. Tetap ada determinasi, namun determinasi tersebut berlangsung
‘pada saat terakhir,’ melalui apa yang disebut ‘struktur dalam dominansi’
(structure in dominance).
Maksudnya, kendati ekonomi pada akhirnya selalu ‘menentukan’ bukan berarti
dalam suatu kurun sejarah tertentu ekonomi harus dominan. Ekonomi akan
menentukan ‘pada saat terakhir,’ sebab ekonomilah yang akan menentukan
praktek mana yang dominan.
- Althusser
mengajukan tiga definisi tentang ideologi. Yang pertama (dan ketiga yang
saling bersinggungan), ideologi sebagai sistem representasi (citra, mitos,
ide, atau konsep) adalah suatu bentuk ‘praktek’ melalui mana ‘manusia
menghayati atau menghidupi relasinya dengan kondisi nyata eksistensi.
‘Praktek’ sendiri dimaknai sebagai setiap proses transformasi suatu bahan
mentah tertentu menjadi produk tertentu, sebuah transformasi yang
dihasilkan oleh tenaga kerja manusia tertentu, menggunakan sarana-sarana
(‘produksi’) tertentu. Dengan cara ini, ideologi menghilangkan aneka
kontradiksi dalam pengalaman hidup sehari-hari dengan menawarkan
bentuk-bentuk penyelesaian yang keliru namun seolah-olah benar terhadap
aneka problem kehidupan sehari-hari.
- Dalam definisi
kedua, ideologi masih dipandang sebagai representasi dari relasi imajiner
individu-individu dengan aneka kondisi real eksistensi, namun kini tidak
lagi semata-mata sebagai gugusan gagasan, melainkan sebagai praktek material yang dihidupi,
berupa aneka ritual, adat, pola tingkah laku, cara berpikir dalam bentuk
praktisnya – yang direproduksi melaui aneka praktek dan produksi oleh Ideological State Apparatuses
(ISA), meliputi: pendidikan, agama formal, keluarga, politik yang
terorganisasi, media, industri budaya, dsb. Semua ideologi berfungsi
‘mengkonstruksi’ individu-individu konkret menjadi subjek melalui tindakan
‘hailing’ atau penunjukan/pemanggilan atau ‘interpellation’ atau
interpelasi (pembajakan). Althusser menggunakan analogi seorang polisi
memanggil seorang individu: “Hai, kamu yang berdiri di sana.” Saat
individu tersebut menoleh menanggapi panggilan polisi itu, berarti dia
sudah terinterpelasi, sudah menjadi subjek dalam wacana polisi tersebut.
Dengan kata lain, ideologi adalah suatu praktek material yang menciptakan
subjek yang selanjutnya dibenamkan ke dalam pola berpikir dan cara
bertingkah laku tertentu.
----------
Storey, John. (2009). Cultural theory and popular culture. An introduction (5th ed.).
Harlow, England: Pearson-Longman.
Ideology and Ideological State Apparatuses
(Notes towards an Investigation)
Althusser, Louis.
(1971). Lenin and philosophy and other
essays (Ben Brewster. Tr.). New York: Monthly Review Press.
I. On the Reproduction of
the Conditions of Production
- “Formasi sosial yang tidak mereproduksi aneka kondisi produksi bersamaan waktu saat memproduksi tidak akan bertahan hingga setahun” (Marx).
- Setiap formasi
sosial muncul terbentuk dari sebuah cara produksi dominan.
a.
Proses produksi memicu bekerjanya daya-daya produksi (productive forces) di dalam dan di bawah
kerangka hubungan-hubungan produksi yang bersifat pasti.
b.
Akibatnya, agar tetap eksis, setiap formasi sosial harus
mereproduksi kondisi-kondisi produksinya bersamaan waktu saat berproduksi,
sekaligus agar mampu berproduksi. Maka, setiap formasi sosial harus
mereproduksi:
1)
Daya-daya produksi (productive
forces).
2)
Relasi-relasi produksi yang ada.
- Reproduksi
sarana-sarana produksi (means of
production):
“Produksi tidak
mungkin berlangsung jika tidak membuka jalan bagi reproduksi kondisi-kondisi
produksi yang bersifat material (material
conditions of production), yaitu reproduksi sarana-sarana produksi” (Marx),
meliputi: bahan baku, prasarana tak bergerak (bangunan), instrumen produksi
(mesin), dsb.
Catatan:
Reproduksi
kondisi-kondisi produksi yang bersifat material bagi suatu firma tidak
berlangsung di dalam firma itu sendiri melainkan di firma lain, melahirkan
fenomena yang oleh Marx disebut ‘global
procedure’ berupa ‘endless chain’ yang
membentuk hubungan sirkulasi modal antara Departemen I (produksi sarana-sarana
produksi) dan Departemen II (produksi sarana-sarana konsumsi).
- Reproduksi
Kekuatan Buruh (Labour Power):
Yang membedakan
daya-daya produktif (productive forces)
dari sarana-sarana produksi (means of
production) adalah kekuatan buruh (labour
power).
a.
Reproduksi kekuatan buruh pada dasarnya berlangsung di
luar firma/
perusahaan.
b.
Reproduksi kekuatan buruh dijamin dengan cara memberikan
kepada kekuatan buruh sarana material untuk mereproduksi diri berupa upah. Bagi firma atau perusahaan, upah
bukan merupakan kondisi bagi reproduksi material atas kekuatan buruh, melainkan
merupakan ‘modal upah’ (wage capital).
c.
Kekuatan buruh harus dibekali dengan aneka ketrampilan
dan begitulah harus direproduksikan, yaitu sesuai tuntutan pembagian kerja
secara sosio-teknis berupa aneka jobs dan
posts.
- Bagaimana
reproduksi aneka ketrampilan dari kekuatan buruh dilaksanakan dalam sebuah
rezim kapitalis? Reproduksi aneka ketrampilan labour power ini makin kurang dilaksanakan secara on the spot lewat magang di
lingkungan produksi itu sendiri, melainkan semakin lazim dilaksanakan di
luar lingkungan produksi, yaitu lewat sistem
pendidikan kapitalis maupun lewat berbagai instansi dan institusi
lainnya.
- Apa yang
dipelajari oleh anak-anak di sekolah?
a.
know-how, yaitu sejumlah
teknik dan hal lain termasuk unsur-unsur ‘ilmiah’ dan ‘sastra’ yang langsung
bermanfaat untuk berbagai jobs dalam
kegiatan produksi.
b.
Rules of good
behavior, yaitu sikap yang harus dimiliki oleh setiap agen/aktor dalam pembagian
kerja, sesuai job yang diperuntukkan
baginya.
c.
Rules of morality,
civic and professional conscience, yaitu aturan-aturan terkait sikap hormat terhadap
pembagian kerja yang bersifat sosio-teknis, dan
d.
Rules of the order (aturan tata
tertib) yang ditentukan oleh dominasi kelas.
- Dengan kata
lain dan secara lebih ilmiah, “reproduksi labour power menuntut bukan hanya reproduksi aneka
ketrampilannya, melainkan juga sekaligus reproduksi sikap tunduknya pada
aturan-aturan dari orde yang berkuasa (the
established order), yaitu reproduksi sikap tunduk pada ideologi yang
berkuasa atas para pekerja, dan reproduksi kemampuan memanipulasikan
ideologi yang berkuasa secara benar bagi para agen eksploitasi dan
represi, sehingga mereka pun mampu melaksanakan dominasi dari kelas yang
berkuasa dengan kata-kata.”
- Dengan kata
lain, sekolah (juga berbagai institusi Negara lainnya seperti Gereja atau
berbagai aparatus lain seperti Tentara) pada dasarnya mengajarkan know-how, namun dalam bentuk-bentuk
yang akan menjamin sikap tunduk pada ideologi yang berkuasa atau
penguasaan praktiknya.” Jadi, penyelenggaraan reproduksi aneka ketrampilan
labour power senantiasa
berlangsung dalam bentuk-bentuk serta dalam rangka proses penaklukan
ideologis (ideological subjection).
- Menurut Marx,
struktur setiap masyarakat terbentuk oleh ‘lapisan-lapisan’ (levels) atau ‘instansi-instansi’ (instances) yang memiliki peran khas
masing-masing, yaitu:
a.
infrastruktur atau basis ekonomi, yaitu ‘kesatuan’ (unity) antara aneka productive forces dan aneka relations
of production;
b.
suprestruktur yang meliputi dua levels atau instances, yaitu:
1)
the politico-legal (hukum dan Negara)
2)
ideologi (berbagai ideologi seperti ideologi agama, etis,
legal, politis, dsb.)
- Representasi
tentang struktur masyarakat sebagai bangunan (edifice) yang terdiri atas basis (infrastruktur) tempat
dibangun dua ‘lantai’ superstruktur sebagaimana dikemukakan oleh Marx
merupakan sebuah metafor spasial atau metafor topografi yang menerangkan
bahwa ‘kedua lantai di atas tidak
mungkin berdiri sendiri (di awang-awang), jika tidak ditopang oleh
basisnya.’ Dengan kata lain, metafor tersebut hendak menegaskan bahwa
‘pada akhirnya yang terjadi di kedua
lantai atas (superstruktur) ditentukan oleh apa yang terjadi di basis
ekonomi.” Inilah yang disebut index of effectivity alias index
of determination.
- Index of effectivity dalam tradisi
Marxis dipahami sebagai berikut:
a.
Dalam kaitannya dengan basis, superstruktur memiliki ‘otonomi
relatif.’
b.
Terjadi sebuah tindakan resiprokal antara superstruktur
dan basis.
- Menurut
Althusser, keberadaan dan sifat/hakikat (nature) superstruktur hanya bisa dipahami dari sudut pandang
reproduksi, yaitu praktik produksi di satu sisi dan reproduksi di sisi
lain. Tiga komponen utama superstruktur adalah Hukum, Negara, dan
Ideologi.
II. Negara
- Dalam tradisi
Marxis, Negara secara eksplisit dipandang sebagai sebuah aparatus
represif. Negara merupakan sebuah ‘mesin’ represi yang memungkinkan
kelas-kelas yang berkuasa (di abad ke-19 adalah kelas borjuis dan ‘kelas’
para tuan tanah) mengukuhkan dominasi mereka atas kelas pekerja. Artinya,
memungkinkan kelas-kelas yang berkuasa menjebloskan kelas pekerja ke dalam
proses pemerasan surplus-value (yiatu,
eksploitasi kapitalis).
- Negara adalah aparatus Negara, meliputi:
a.
Aparatus hukum: polisi, pengadilan, penjara.
b.
Kekuatan represif suplemen: tentara (Army).
c.
Kepala Negara, pemerintah, dan administrasi.
- Aparatus
Negara:
Negara adalah
kekuatan eksekusi dan intervensi represif ‘demi kepentingan kelas penguasa’
dalam pertentangan kelas yang dilancarkan oleh kaum borjuis dan
sekutu-sekutunya melawan kaum proletariat. Itulah Negara dan ‘fungsi’ dasarnya
menurut ‘teori’ Marxis-Leninis.
- Jadi, teori
Marxis tentang Negara berbunyi sebagai berikut:
a.
Negara merupakan aparatus Negara yang represif.
b.
Kekuasaan Negara (State
power) harus dibedakan dari aparatus Negara.
c.
Sasaran perjuangan kelas adalah kekuasaan Negara, maka
salah satu fungsi sasaran kelas adalah pemanfaatan aparatus Negara oleh
kelas-kelas (atau oleh aliansi kelas-kelas atau oleh berbagai fraksi
kelas-kelas) yang menguasai kekuasaan Negara.
d.
Kaum proletar harus merebut kekuasaan Negara demi
menghancurkan aparatus Negara borjuis yang ada, serta segera menggantinya dengan
aparatus Negara yang berbeda dan bersifat proletar, baru dalam fase-fase
selanjutnya mulai melancarkan proses radikal, yaitu penghancuran Negara (akhir
kekuasaan Negara, akhir semua aparatus Negara).
- The Ideological State Apparatuses (ISA):
a.
Dalam teori Marxis, Aparatus Negara (represif) mencakup
Pemerintah, Administrasi, Tentara (the
Army), Polisi, Pengadilan, Penjara, dsb. Istilah represif menunjukkan bahwa
Aparatus Negara berfungsi dengan mengandalkan kekerasan. Maka, disebut Repressive State Apparatuses (RSA).
b.
Selain RSA, ada Ideological
State Apparatus (ISA), mencakup institusi-institusi seperti:
1) ISA religius
(sistem aneka agama).
2) ISA pendidikan
(sistem aneka ‘sekolah’ negeri dan swasta).
3) ISA keluarga.
4) ISA hukum’
5) ISA politik (sistem
politik, termasuk aneka partai politik).
6) ISA serikat dagang
(trade unions).
7) ISA komunikasi
(pers, radio dan televisi, dsb.).
8) ISA budaya (sastra,
seni, olah raga, dsb.).
c.
Perbedaan antara RSA dan ISA:
No.
|
RSA
|
ISA
|
1
|
Hanya ada satu.
|
Ada beraneka ragam.
|
2
|
Menempati public
domain.
|
Menempati private
domain (agama, partai politik, serikat dagang, keluarga, sekolah
tertentu, kebanyakan koran, usaha budaya, dsb.).
|
3
|
Berfungsi lewat kekerasan. Secara masif dan
mencolok predominan lewat represi (termasuk represi fisik) dan hanya secara
sekunder lewat ideologi.
|
Berfungsi lewat ideologi. Secara masif dan
predominan lewat ideologi, namun secara sekunder juga lewat represi sekalipun
dalam bentuk halus, tersembunyi, bahkan simbolik.
|
Catatan:
Mengutip Gramsci,
pembedaan antara publik dan privat berlaku secara internal dalam hukum borjuis.
Domain Negara tidak tunduk pada hukum tersebut sebab Negara berada ‘di atas
hukum’. Negara sebagai milik kelas yang berkuasa, bukan publik atau privat.
Namun, Negara merupakan prakondisi bagi pembedaan antara publik dan privat.
d.
Apa yang mempersatukan ISA?
Yang mempersatukan
ISA yang beraneka ragam tersebut adalah fungsinya, yaitu: lewat ideologi,
khususnya ideologi yang berkuasa, dan itu adalah ideologi kelas yang berkuasa.
Karena kelas yang berkuasa pada dasarnya menguasai kekuasaan Negara sehingga
menguasai Aparatus Negara (Represif), maka kelas yang berkuasa tersebut juga
aktif dalam ISA sejauh yang direalisasikan dalam berbagai ISA pada akhirnya
adalah ideologi yang berkuasa. Akibatnya, berbagai ISA bukan hanya menjadi
taruhan (stake) melainkan sekaligus
menjadi situs dari pertentangan kelas.
e.
Jadi, harus dibedakan antara kekuasaan Negara di satu
sisi, dan Aparatus Negara di sisi lain. Aparatus Negara mencakup dua badan: (1)
badan atau himpunan aneka institusi yang mewakili RSA, dan (2) himpunan
institusi yang mewakili ISA.
- Reproduksi
aneka Relasi Produksi:
a.
Reproduksi aneka relasi produksi dijamin lewat
superstruktur legal-politis dan ideologis.
b.
Tepatnya, dijamin lewat penerapan kekuasaan Negara dalam
berbagai Aparatus Negara, yaitu Aparatus Negara (Represif) di satu sisi, dan
ISA di sisi lain. Secara lebih rinci:
1) Semua Aparatus
Negara berfungsi baik lewat represi maupun ideologi: RSA secara masif dan
predominan lewat represi, ISA secara masif dan predominan lewat ideologi.
2) RSA merupakan satu
kesatuan terorganisasi (organized whole)
di bawah komando politik pertentangan kelas yang diterapkan oleh para wakil
politik kelas berkuasa yang menguasai kekuasaan Negara. ISA bersifat jamak,
berdiri sendiri-sendiri, secara relatif otonom, dan mampu menciptakan aneka
kontradiksi.
3) Kesatuan RSA
dijamin lewat organisasinya yang terpadu dan terpusat di bawah kepemimpinan
wakil kelas yang berkuasa. Kesatuan ISA dijamin, lazimnya dalam bentuk-bentuk
yang saling bertentangan, lewat ideologi yang berkuasa, yaitu ideologi dari
kelas yang berkuasa.
c.
Maka, reproduksi atas relasi produksi berlangsung lewat
sejenis pembagian kerja sebagai berikut: Peran RSA pada hakikatnya adalah
memberikan jaminan lewat kekuatan atau paksaan (force) berbagai kondisi politis bagi reproduksi aneka relasi
produksi yang ujung-ujungnya merupakan relasi eksploitasi. Dengan kata lain,
aparatus Negara berkontribusi bagi reproduksi dirinya, sekaligus dan
lebih-lebih lewat represi menjamin terciptakannya aneka kondisi politik agar
berbagai ISA mampu bertindak.
d.
Ada berbagai macam ISA dalam formasi sosial kapitalis
zaman sekarang: aparatus pendidikan, aparatus agama, aparatus keluarga,
aparatus politik, aparatus serikat dagang, aparatus komunikasi, aparatus budaya,
dsb.
e.
ISA yang ditempatkan pada posisi dominan dalam formasi
kapitalis lanjut sebagai akibat pertentangan kelas politis dan ideologis yang
keras (violent) melawan ISA lama yang
dominan adalah the educational
ideological apparatus. Di Barat pasangan Sekolah-Keluarga telah menggeser
pasangan Gereja-Keluarga.
f.
Mengapa dalam formasi sosial kapitalis aparatus
pendidikan ditempatkan sebagai ISA dominan?
1) Semua ISA
berkontribusi bagi tercapainya hasil yang sama: reproduksi aneka relasi
produksi, yaitu relasi eksploitasi kapitalis.
2) Setiap ISA
berkontribusi bagi tercapainya hasil di atas dengan cara masing-masing yang
sesuai:
·
Aparatus politik dengan cara membuat individu tunduk pada
ideologi politik Negara.
·
Aparatus komunikasi dengan cara menjejali setiap warga
dengan nasionalisme, chauvinisme, liberalisme, moralisme, dsb., lewat pers,
radio, dan televisi.
·
Aparatus budaya dengan cara menyusupkan chauvinisme dalam
olah raga, dsb.
·
Aparatus agama dengan cara mengingatkan bahwa manusia hanyalah abu atau
tanah, kecuali dia mencintai sesamanya sampai ke taraf memberikan pipi kanan
jika pipi kirinya ditampar, lewat aneka kotbah dan upacara khidmat sekitar
peristiwa Kelahiran, Perkawinan, dan Kematian.
·
Aparatus keluarga dst. Tak perlu dilanjutkan.
3) Konser tersebut
didominasi oleh sebuah nada tunggal, kadang-kadang diganggu oleh aneka
kontradiksi, yaitu: nada Ideologi kelas berkuasa kini yang mengintegrasikan
tema-tema besar dari masa lalu, termasuk nasionalisme, moralisme, dan
ekonomisme.
4) Dalam konser
tersebut salah satu ISA secara pasti memiliki peran dominan sekalipun mungkin
tidak seorang pun mendengarnya sebab it
is so silent, yaitu Sekolah!
·
Pada masa kanak-kanak (at infant school age), Sekolah menjejali anak dengan sejumlah know-how yang dikemas dalam ideologi
yang berkuasa (bahasa nasional, berhitung, sejarah, IPA, sastra) atau dengan
ideologi yang berkuasa itu sendiri dalam bentuk murninya (etika,
kewargaannegara, filsafat).
·
Sekitar umur 16 tahun:
o
Sejumlah besar anak muda dilepas masuk dalam produksi,
sebagai buruh atau petani kecil.
o
Sebagian anak muda melanjutkan sekolah, sampai akhirnya
siap menempati pos sebagai teknisi rendah atau madya, pekerja kerah putih,
eksekutif rendah atau menengah, dan kaum borjuis kecil (petty bourgeois) lainnya.
o
Sebagian mencapai puncak dan menjadi:
ü
Intellectual
semi-employment alias wilayah kerja intelektual sebagai pekerja paruh
waktu.
ü
Intelektual dari pekerja kolektif (intellectuals of the collective labour).
ü
Agen eksploitasi (kapitalis, manajer).
ü
Agen represi (tentara, polisi, administrator, dsb.).
ü
Ideolog profesional (pendeta dan sejenisnya, sebagian
besar merupakan awam alias orang biasa yang penuh keyakinan).
5) Dalam proses
masing-masing kelompok secara praktis dicekoki dengan ideologi sesuai peran
yang akan dijalaninya di tengah masyarakat kelas:
·
Peran sebagai pihak yang dieksploitasi (dicekoki dengan
kesadaran ‘profesional’, ‘etis’, ‘kewargaannegara’, ‘nasional’, dan yang
apolitis).
·
Peran sebagai agen eksploitasi (dibekali dengan kemampuan
memberikan perintah dan kemampuan berbicara kepada para pekerja: ‘human relations’).
·
Peran sebagai agen represi (dibekali dengan kemampuan
memberi perintah dan menegakkan kepatuhan ‘tanpa membantah’, atau kemampuan
memanipulasikan hasutan retorika seorang pemimpin politik).
·
Peran sebagai ideolog profesional (dibekali dengan
kemampuan mengelola kesadaran orang dengan “hormat”, yaitu lewat celaan,
ancaman atau blackmail, dan hasutan
yang dikemas dalam bahasa Moralitas, Keutamaan, dsb.).
g.
Lewat proses magang aneka know-how yang dikemas dalam cekokan masif ideologi kelas yang
berkuasa itulah relasi produksi dalam sebuah formasi sosial kapitalis, yaitu
relasi antara yang dieksploitasi dan yang mengeksploitasi serta antara yang
mengkeploitasi dan yang dieksploitasi, direproduksi. Mekasnisme ini secara
alamiah dikemas dan disembunyikan oleh ideologi Sekolah yang meraja secara
universal, sebab merupakan salah satu bentuk esensial dari ideologi borjuis
yang berkuasa: sebuah ideologi yang menampilkan Sekolah sebagai sebuah
lingkungan netral yang steril dari ideologi, tempat para guru yang menaruh
hormat pada ‘suara hati’ dan ‘kebebasan’ anak-anak yang dipercayakan sepenuhnya
pada mereka oleh para ‘orang tua’ dengan bebas, membukakan bagi anak-anak itu
jalan ke arah kebebasan, moralitas, dan tanggung jawab orang dewasa melalui
contoh-teladan mereka sendiri, serta melalui pengetahuan, sastra, dan aneka
keutamaan mereka yang ‘membebaskan’ itu.
h.
Para guru sama sekali tidak memiliki kecurigaan bahwa
devosi mereka berkontribusi bagi pelestarian dan pemupukan (nourishment) representasi atau wajah
ideologis Sekolah, yang menjadikan Sekolah dewasa ini terasa ‘alamiah’ baik dan
benar, bahkan bermanfaat bagi kehidupan kita masa kini sebagaimana Gereja
pernah dipandang ‘alamiah’ diperlukan dan murah hati oleh nenek moyang kita
beberapa abad yang silam.
III. Ideologi
- Menurut Marx,
ideologi adalah ‘sistem gagasan dan representasi yang mendominasi jiwa (the mind) seseorang atau sebuah
kelompok sosial.’
- Ideologi tidak
memiliki sejarah. Bagi Marx, ideologi adalah sebuah gugusan bayangan (bricolage), sebuah impian murni,
kosong dan sia-sia, yang terbentuk oleh “remah siang hari” (day’s residues) dari satu-satunya
realitas yang penuh dan positif, yaitu realitas sejarah konkret dari
individu-individu material konkret yang secara material memproduksi
eksistensi mereka.
- Dengan tegas:
a.
Ideologi bukan lain adalah sebuah mimpi murni (diciptakan
oleh mereka yang tahu kekuasaan macam mana: jika bukan karena alienasi
pembagian kerja, namun hal itu sendiri merupakan sebuah determinasi negatif).
b.
Ideologi tidak memiliki sejarah, dalam arti tidak
memiliki sejarahnya sendiri, sebaliknya merupakan refleksi atau pantulan yang
kelam, kosong, dan terbalik (inverted)
dari sejarah nyata.
- Struktur dan
fungsi ideologi menurut Althusser:
a.
Tesis 1: Ideologi
merepresentasikan relasi imajiner individu-individu dengan kondisi-kondisi
nyata eksistensi mereka.
1) Kendati merupakan
ilusi, tetapi ideologi memberikan alusi (ibarat) tentang realitas dan hanya
butuh ditafsirkan untuk menyingkapkan realitas di baliknya. (Ideologi = Ilusi/Alusi).
2) Dalam ideologi,
manusia merepresentasikan kondisi-kondisi real eksistensi mereka bagi mereka
sendiri dalam bentuk imajiner.
3) Tetapi, mengapa
begitu? Menurut Althusser ada 2 jawaban:
·
Ada alasan bagi terjadinya transposisi imajiner atas
kondisi-kondisi real eksistensi, yaitu hadirnya sekelompok kecil orang sinis
yang mendasarkan dominasi dan eksploitasi mereka atas ‘orang banyak’ pada
representasi palsu atas dunia yang sengaja mereka imajinasikan demi memperbudak
jiwa-jiwa lain dengan cara mendominasi imajinasi mereka.
·
Alienasi material yang menguasi kondisi-kondisi
eksistensi manusia itu sendiri. Mengutip gagasn Feuerbach lewat Marx, “manusia
membuat diri mereka representasi teralienasi (imajiner) dari kondisi eksistensi
mereka sebab kondisi-kondisi eksistensi itu sendiri bersifat mengalienasikan”.
Dengan kata lain, apa yang direfeksikan dalam representasi imajiner tentang
dunia yang kita temukan dalam ideologi adalah kondisi-kondisi eksistensi
manusia, yaitu dunia real mereka. Dengan kata lain lagi, “bukan kondisi real
eksistensi mereka, bukan dunia real, yang direpresentasikan kepada diri sendiri
oleh manusia dalam ideologi, melainkan relasi dengan kondisi-kondisi eksistensi
tersebut.” Jadi, “kodrat imajiner dari relasi inilah yang mendasari semua
distorsi imajiner yang dapat kita amati dalam semua ideologi.”
b.
Tesis 2: Ideologi
memiliki eksistensi material.
1) ‘Gagasan’ atau
‘representasi’ dsb., yang membentuk ideologi tidak memiliki eksistensi ideal
atau spiritual, melainkan eksistensi material.
2) Sebuah ideologi
selalu eksis dalam sebuah aparatus, beserta praktek atau praktek-prakteknya.
Eksistensi ini bersifat material.
3) Representasi
ideologis dari ideologi itu sendiri dipaksa mengakui bahwa setiap ‘subjek’ yang
dibekali dengan ‘kesadaran’ dan keyakinan pada ‘gagasan-gagasan’ bahwa
‘kesadarannya’ tersebut menumbuhkan inspirasi dalam dirinya serta menerimanya
dengan bebas, harus ‘bertindak sesuai dengan gagasan-gagasan’, karenanya harus
menorehkan gagasan-gagasannya sendiri sebagai seorang subjek yang bebas ke
dalam tindakan-tindakan dari praktek materialnya.
4) Dalam diri setiap
orang, eksistensi gagasan-gagasan dari keyakinannya bersifat material dalam
arti bahwa gagasan-gagasannya merupakan tindakan-tindakan material yang
disusupkan ke dalam praktek-praktek material yang diarahkan oleh ritual-ritual
material yang ditentukan oleh aparatus ideologis material dari mana
gagasan-gagasan subjek tersebut diturunkan. Dengan kata lain, terjadi proses
sebagai berikut:
·
Menghilang :
istilah gagasan-gagasan.
·
Bertahan :
istilah subjek, kesadaran, keyakinan, tindakan.
·
Muncul : istilah
praktek, ritual, aparatus ideologis.
5) Dengan kata lain:
·
Tidak ada praktek kecuali oleh dan dalam rangka sebuah
ideologi.
·
Tidak ada ideologi kecuali oleh subjek dan bagi banyak
subjek.
6) Dengan kata lain
lagi:
“Ideologi
menginterpelasi individu-individu sebagai subjek-subjek.” Kategori subjek
bersifat konstitutif terhadap semua ideologi, namun hanya sejauh semua ideologi
tersebut berfungsi “mengkonstitusikan” individu konkret sebagai subjek. “Menurut
kodratnya, manusia adalah makhluk ideologis” (Man is an ideological animal by nature).
7) Semua ideologi
menyambut (hails) atau
menginterpelasikan individu-individu konkret sebagai subjek konkret, melalui
berfungsinya kategori subjek. “Eksistensi ideologi serta penyambutan (hailing) atau interpelasi individu
sebagai subjek merupakan satu kesatuan yang sama.” Maka, “individu-individu
sudah selalu merupakan subjek-subjek.”
8) Maka, berlakukan
fenomen yang oleh Althusser disebut “struktur cermin ganda ideologi” (duplicate mirror-structure of ideology):
·
Interpelasi individu-individu sebagai subjek.
·
Penundukan (subjection)
individu pada Subjek.
·
Pengakuan timbal-balik (mutual recognition) antara subjek-subjek dan Subjek, pengakuan
timbal-balik antar subjek, dan akhirnya pengakuan masing-masing subjek atas
dirinya sendiri.
·
(Ada) jaminan absolut bahwa segalanya nyata-nyata
demikian, dalam dalam kondisi tersebut subjek-subjek mengenali atau mengakui
apa atau siapa mereka itu dan bertingkah laku yang sesuai, maka segala
seuatunya akan beres. Amin. “Terjadilah demikian.”
IV. Post-Scriptum
Beberapa aspek berfungsinya Suprastruktur dan
modus intervensinya dalam Infrastruktur yang jelas-jelas bersifat abstrak:
- Tentang
keseluruhan proses realisasi reproduksi atas relasi-relasi produksi:
Reproduksi yang dimaksud hanya direalisasikan dalam proses produksi dan
sirkulasi.
- Tentang sifat
kelas dari ideologi-ideologi yang hadir dalam sebuah formasi sosial:
a.
Ideologi-ideologi direalisasikan dalam
institusi-institusi, dalam ritual-ritual, dan dalam praktek-praktek mereka,
dalam ISA.
b.
Ideologi kelas yang berkuasa menjadi ideologi yang
berkuasa bukan melalui rahmat Tuhan, juga bukan melalui pencaplokan oleh Negara
semata, melainkan melalui instalasi atau penegakan ISA: dalam ISA ideologi direalisasikan
dan merealisasikan diri dan dengan cara itu ia menjadi ideologi yang
berkuasa. ©
Yogyakarta, 6 September 2012
Komentar
Posting Komentar