Langsung ke konten utama

KRITIK BOUCHER ATAS TEORI IDEOLOGI ŽIŽEK (tulisan bersambung)






Di sini Boucher menjelskan  3 momen di dalam pemikiran  ŽIŽEK yaitu, HEGEL (SUBJEK OBKEK TIDAK BERSATU) , LACAN (TIDAK BISA BERSATU),  POSTMARXIS. Žižek  mengatakan Ssubjek objek bisa bersatu di fase real, maka dari itu Boucher berpendapat  bahwa  Žižek  bukan Lacanian, tapi Hegelian.  Sementara itu Boucher berpendapat sesuai Graph of Desire Lacanian, bahwa meskipun level libidinal dan meaning  berhubungan, tetapi bisa dan perlu dipisahkan ketika kita menganalisa.

Selanjutnya, BOUCHER BERPENDAPAT, TULISAN ORANG POSTRUKTURALIS YANG DIPEROLEH ALTHUSSER, ITU CUMA FOKUS KELEVEL MEANING. ESAI, KRITIK, atau tulisan yang MASIH PAKAI BERSUMBER DARI ALHUSER ITU MASIH PAKE LEVEL MEANING. ENJOYMENT: TIDAK.
Bagiamana yang dikritik Boucher terhdap Laclau-Moufe? pemikiran LM tentang teori ideologinya, yang mengatakan bahwa wacana itu multiple, terpencar. LM menurut Boucher memfokuskan diri pada level makna. Boucher menilai bahwa kritik ideologi Žižek itu menganalisis ideologi itu ke atas (pasca simbolik), sementara postalthusserian berkutat di meaning (simbolik).

Sebab dimensi dibalik yang menerobos ideolgi subjektifitas sosial, bukanya muncul dari desimenasi text (makna), akan tetapi jarak yang terjembatani subjektifitas seseorangs atas ketunduknnya dia  pada bahasa ( mis: kita sebagai dunia ketiga)   dan materialitas tubuh (ada geliat, dororangan kita lewat tubuh. Maka, kehidupan sosial, aman dan damai itu mustahil, bersarkan teori Lacan real of enjoyment, karena struktur simbolik itu dilanggar oleh desire (setiap subjek yang ada dimasyarakat).


Laclau-Moufe memakai konsep field of diskursivity  (teori artikulasi: masayakat sebagai bahasa), sementara Žižek menggunakan real of enjoyment (teori hasrat), yaitu proses subversi strukstur simbolik oleh kekuatas desire, yang berakibat subjek mengalami gak bisa tidur, gelisah.  Di sini kita melihat ada dua pasang subjek : subjek of statetmen (meaning) dan subjek enuntciation (enjoyment),  alienasi dan separasi (memisahkan diri). Žižek sampai pada kesimpulan atas keterpisahan ini yaitu, dengan mengasumsikan, bahwa  divisi keterbelahan dalam subjek dalam satu drive tak sadar untuk memusnahkan Lyan (Hitler). Mengapa lyan perlu dimusnakkan, karena subjek menghalangi identifikasi (imajiner).




Dalam buku Sublime Object of Ideology (SOI), Žižek memperluas teori ideologi Althuser dengan menggunakan “Graph of Desire” Lacan. (Boucher) sangat setuju dengan itu, tapi dia juga tidak sepakat bahwa subjek-objek itu  identik. Pertama, Žižek luput atas  ketidaksadaran Hukum Simbolik, yang membuatnya memperlakukan ketidaksadaran sebagai  kenikmatan libidinal  eklusif,  hingga mengabaikan pentingnya peran generatif  larangan inses .Kedua, substitusi Žižek atas agensi subjek  - yang seharusnya- " mengantisipasi " proses interpelasi mereka dalam tindakan pengambilan keputusannya sendiri, di mana subjek memiliki nama mereka karena ditentukan  oleh takdir/nasib mereka  sebagai orang asing. Point utama yang didiskusikan Žižek adalah bahwa ‘dibalik’  multiple subject-position, yang ditempati oleh agen, terdapat tidak hanya subject before subjectivation, yang terletak pada the logical quasi-transcendental of the empty (“barred,” or unconscious“), tetapi juga the materiality of the object of the drives dan the unconsiusnes libidinal investment of the subject.

Secara umum, di bidang pasca-Marxis, konsep Žižek tentang “subject before subjectivation " dan "Sublime object of  ideology" tergantung pada kategori Real (the Real of enjoyment) sebagai bantuan yang  tersembunyi untuk, dan mensubversi  ranah Simbolik. Žižek bertujuan untuk berteori/menteorikan  " enjoyment sebagai faktor politik“,  yaitu, ketergantungan tersembunyi  memerintah (berkuasa) penanda utama (master signifier) atas "menghilangnya  intervensi “subject before subjectivation " yang  mempunyai sikap histeris (tapi) ditopang  oleh kenikmatan mereka sendiri yang tidak bisa dijelaskan/terbahasakan, yang didapat dari kepatuhan  mereka sendiri.  Tujuan dari analisis ini hendak membebaskan subyek dari ilusi adanya “sublime object of ideology" dan to force recognition of the world-constituting power of the subject qua vanishing mediator in the historical process. Kita diminta untuk mengakui ada subjek yang selalu menghilang (ulisif dan alusion), tapi justru subjek itulah yang menghadirkan dunia. Zizek mau mengajak kita menggarap dunia enjoyment sebagai trust of ideology...tidak dimaknanya. 




Tujuan Žižek menggunakan “Graph of Desire” Lacanian adalah untuk  menunjukkan mengapa enjoyment  merupakan  hakikat dari ideologi dan untuk menjelaskan, bagaimana mencari  kemungkinan seorang intelektual kritis mempertahankan  jarak kritisnya dari Master Signifier. (194) Cara berfikir  Žižek dalam dunia ideologi harus bisa membuat kita akrab dengan sejarah masing-masing kelompok sosial. 



mempertemukan antara makhluk libido dan bahasa


Dalam “level” paling bawah dari “Graph of Desire”, vektor melintas dari Signifierke Voiceini merupakan/menunjukan dimensi diakronik (bergerak dari kiri ke kanan). ini disebut dunia simbolik, terjadi penggunaan bahasa. Dimensi sinkronik dari proses penjangkaran (anchoring)  digambarkan sebagai equivalential chain yang berasal/melintas dari divided subject (subjek yang terbagi),$, to the Ego-Ideal, I(O). Apa  yang Lacan tunjukan/istilahkan  sebagai  “effect of retroversion” merupakan hasil  intervensi Master Signifier yang menentukan arti/makna dari rantai pemaknaan (the chain of signification): “Point de Capiton” mewakili, holds the place of, the big Other, the synchronous code, in the diachronous signifier’s chain” (Žižek, 1989: 103).


Kalau orang ngomong itu berarti menggunakan salah satu penanda yang ada di O.. Subjek pun bertanya-tanya..maknanya itu apa? Maknanya itu dikasih tau oleh O.  Hasil pemaknaan semacam ini tidak lain adalah alienasi. Maknanya apa? Untunk menentukan petanda atau makna, orang tidak asal begitu saja tapi mempertimbangkan Master Signifier. Dengan kata lain S(o): dari O, ego, Master Signifier.

simbolik, di satu sisi ditemukannya makna (seneng menemukan makna, jadi subjek) tapi tidak selesai. Konteksnya memenuhi kebutuhan. Sekalipun saya mengungkapkan demand itu tetap bisa mencapai kepuasan..itulah yang dialami sebagai alienasi. Subjek memang menjadi subjek degan menggunakan bahasa, nah rang yang tidak berhasil menggunakan bahasa di O disebut psikosis, tidak berhasil masuk dalam tatanan simbolik, tidak berhasil minta, tapi ada yang tetap tidak mendapatkan kepuasannya, sebabnya apa? Si O tidak bisa memberi jaminan pada subjek. Kalau kita menggunakan bahasa tidak ada jaminan seratus persen makna dari bahasa itu betul, tapi bisa salah. tapi orang hidup meminta jaminan seratus persen.  Dunia simbolik: untuk membicarakan kebenaran sekaligus membicarakan kejahatan (pake hegel). Menggunakan bahasa dialektika. Orang akan menggunakan bahasa terus (anxiety). Contoh pengalaman: saya kasih uag 100 juta untuk memborong barang, pasti hasilnya anxiety. Sejauh pemenuhnan atas need kita itu dijalankan dalam tataran simbolik hasilnya adalah anxiety/frustasi. Apa sih yang dimaui? 


Žižek mengkritik reduksi postmodern (Laclau-Moufe): setiap subjek yang  menyebar dan menempati posisinya masing-masing,  bisa bersatu secara imajiner oleh simbol politik. "subject before subjectivation" dan " sublime object of ideology” " tidak bisa direduksi menjadi soal identitas agen . Dalam istilah Lacanian yang dikembangkan  Žižek, perdebatan ini bisa bisa dieksplorasi melalui pertanyaan berikut: mengingat bahwa “Graph of Desire” Lacanian terdiri dari dua " sel " analitis yang berbeda level, mengapa ada tingkat kedua,  yang " melampaui” kesalinghubungan Identitas Imajiner dan  identifikasi Simbolik?


Fase dimana orang mengalami desire dan fantasi..dalam praktek psikoanalisa klinis, itu orang yang mengalami problem bisa ngomong berhari-hari tapi arahnya harus ke Che Vhoi? Sebelum si analisan berhasil mengalami frustasi, orang tidak akan bergerak. Apa sih yang terjadi dengan anxiety: orang sudah mempunyai hasrat dan sudah ada fantasi tapi tidak bisa menyampainya, atau ingin mencapainya tapi sulit.


Setiap interpelasi-subjetifikasi dibayang-bayangi oleh kemungkinan munculnya pertanyaan histeris yang ditujukan pada master signifier: “is that it?”  Pertanyaan yang menghisteriskan: "Che Vuoi?" "Apa yang kau inginkan?"- Dialami oleh subjek sebagai kecemasan/ kegelisahan yang tak tertahankan. Kecemasan/kegelisahan yag menurut Lacan adalah  satu-satunya emosi yang tidak pernah berbohong, mengandung pengalaman the dimension of the death drive, the dimension of the Real of enjoyment. "Pertanyaan histeris membuka gap apa yang ‘in the subject more than the subject’  dari objek dalam subjek yang menolak interpelasi-subordinasi subjek, dimasukkan dalam jaringan simbolik" (Žižek, 1989: 113). Pertanyaan histeris menunjukan bahwa proses interpelasi gagal, yaitu karena ketidakmampuan subyek untuk sepenuhnya memikul mandat simbolis


d: need-demand
Bagi Žižek, "  Apakah yang The Other inginkan dari saya ?" menunjukkan dimensi Simbolik dari keinginan (desire), sebagai lawan permintaan Imaginer ( Žižek , 1989:112 ). Desire, didefinisikan oleh Lacan: apa yang di dalam permintaan tidak dapat diturunkan menjadi kebutuhan, yang kemudian ditanggung oleh penanda dan menjadi bentuk suatu teka-teki (enigma): the desire of the Other.  Ketika Subyek memasuki ranah sosial, maka, dengan asumsi mandat simbolik, dan, karena jawaban dari The Other  selalu enigmatik/penuh teka-teki/tidak terbaca, apa yang  subyek temukan sehingga memasuki the Symbolic Order secara otomatis menjadi disjungsi (pemisahan)  antara identifikasi antisipatif mereka dan konfirmasi/penerimaan misterius dalam jawaban the Other. Disjungsi ini menandai keluar ruang tanda tanya, Che Vuoi?

$ ◊ a 
Dua level  grafik Lacan menunjukan gap permanen antara ucapan (enunciation) (peristiwa ngomongnya) dan pernyataan (statement) hasil yang kemudian di-recast (susun kembali) oleh Žižek menjadi: dimensi performatif (illocutionary force) dan dimensi konstatif (locutionar content) yang menjadi cara berbahasa seseorang ketika memikul mandat sosial. Kemudian, subjek tidak puas dengan statement karena tidak ada jaminan. Sebab jaminanya di atas. Misalnya: kontrak politik. Hampir pasti tidak ada perubahan. Diveded muncul karena subjek mengungkapkan statment yang membelah subjek..gara-gara subjek ngomong. Celakanya :kita tidak melihat lost objek. Lost object harus dicari ke atas, tapi subjek hanya punya modal jejak yang berupa ‘a’ (status subjek). Disiilah peristiwa fantasi. (subjek menjelang seeking, Tapi bagaimana mencarinya? Petualangan.  Sesuatu yang pantas menjadi object a, itu diambil dari penanda. 

Di titik pertemuan enjoyment dan signifier terletak rumus drive, ( $ ◊ D ), yang  menunjukkan ketidaksempurnaan evakuasi enjoyment dari tubuh. Drive dan kepuasannya diperoleh dalam rangkaian tak berujung di sekitar objek ( a) - yang tertulis di tubuh sebagai zona erotis dan ditunjuk oleh D, permintaan simbolik (sebagai penolakan  kebutuhan alami ). Žižek menafsirkan ( $ ◊ D ) dengan rumus sinthome: Formasi penandaan tertentu yang langsung merembes dengan enjoyment, yaitu, hubungan mustahil kenikmatan dan penanda"(Žižek, 1989: 123).



Fantasi...

"... adalah konstruksi yang memungkinkan kita untuk mencari pengganti ibu (maternal), namun pada saat yang sama menjaga jarak kita agar tidak terlalu dekat dengan the maternal Thing" ( Žižek , 1989 : 119-120 ). “ (p.199) ... muncul sebagai respon terhadap teka-teki mengerikan Desire ( atau Lack ) di dalam The Other dan, yang pada saat yang sama, fantasi membangun kerangka possible to desire. (p.200). Dengan kata lain, kita menyesuaikan diri kita bagi sebuah posisi sosial kita dengan cara berfantasi di dalam keseluruhan yang bermakna : “society as a Corporate Body is the fundamental ideological fantasy” (Žižek, 1989: 126). Fantasi adalah kunci untuk mengubah ketergantungan, identifikasi retroaktif  menjadi  penting untuk mengantisipasi identittas —tetapi tidak boleh dilupakan bahwa fantasi adalah contoh terakhir ilusi, menutupi/menopengi secara radikal karakter yang berlawanan dari the dialectics of symbolic identification and imaginary identity. (p.200)

Strategi Politik dan Identifikasi Sosial
 Motivasi Žižek memperkenalkan "agency of the subject" dalam dialektika Lacanian adalah ambisi kritik ideologi-nya  untuk mengganti konformitas terhadap  struktur yang ada dengan cara melakukan identifikasi (dengan) tatanan sosial baru. (p. 201) Jika interpelasi ideologi merupakan pemaksaan, diatur oleh dialektika identifikasi retroaktif, maka bagaimana subyek harus mengganti dominasi yang terjadi menjadi proses identifikasi proleptik dengan pembebasan? Konsepsi Althusserian  tentang perjuangan politik di antara dan di dalam ISA,  menyediakan kuncinya untuk menjawab pertanyaan tersebut. 

Menurut Boucher, Žižek, bagaimanapun, telah mengonseptualisasikan ketidasakdaran hanya beputar-putar di wilayah sinthome ideologis,  yang disemen ( lama ) oleh fantasi sosial, berada dalam posisi di mana jawaban atas pertanyaan ini harus melibatkan menyediakan subjek dengan ketidaksadaran  yang sama sekali (semuanya) baru . Žižek mengensankan fantasi, sebagai “a screen masking a void”, yang pada dasarnya tidak berarti dan karena itu tidak dapat demistifikasi melalui prosedur standar kritik ideologi sayap kiri: (kontekstualisasi sejarah dan analisis kelembagaan "siapa yang diuntungkan“). Fantasi sosial tidak bisa direduksi menjadi rantai yang berbeda antara significaton structured  by “nodal point”, atau master signifier, karena itu semua membantu di dalam analisis akhir, by “thenon-sensical, pre-ideological kernel of enjoyment” (Žižek, 1989: 124) 

Untuk Žižek, nasionalisme menempati the unconscious Thing:  pusat gravitasi dan hidden support bagi  demokrasi ( Žižek , 1993 :222 ). Žižek mengklaim Nationalist enjoyment, sangat berlawanan dengan kerangka demokrasi liberal netral-universal, "dalam arti bahwa proyek demokrasi formal terbuka bagi terjadinya fundamentalisme" ( Žižek ,1993: 221). Sekali lagi, Boucher melihat kecenderungan Žižek untuk menyelaraskan universalitas formal dengan ranah diskursif (pra) sadar dan membuatnya tergantung pada singularitas non universalisable di dalam the Real. Karena setiap ranah diskursif pada akhirnya dirajut oleh a real kernel of enjoyment—karena setiap makna ideologis didukung oleh ritual kelembagaan-Žižek mengembangkan apa yang disebut, sedikit ironis, "dua taktik radikalisme postmarxian dalam revolusi demokratik". Ini adalah taktik The Charmed Circle of Ideology  untuk "mencari dan menghancurkan," atau, seperti Žižek jelaskan, the interpretation of symptoms and the traversal of the fantasy.

Ambil contoh "fantasi fundamental “Marxian, dalam Naskah Ekonomi dan Filosofis Marx 1844, komunisme sebagai disalienasi dalam masyarakat yang harmonis. Berbeda dengan permintaan postmarxian untuk meninggalkan semua utopia sepenuhnya (Stavrakakis, 1999: 99-121), psychoanalytically-informed telah menyarankan bahwa "traversal fantasi" berarti membentuk kembali utopia sebagai penghakiman teleologis tak tentu,  yang artinya, its retreat from foundation to a horizon (Copjec, 1996 :xxv-xxvi, Homer, 1998). Politik sosialis mempertahankan visi komunisme sebagai tujuan regulatif dan bukan cetak biru sosial.   Jawaban Žižek untuk masalah ini adalah “subjective destitution. Untuk Žižek, reduksi subyek untuk suatu “excremental remainder” mengungkapkan matriks elementer subjektivitas: " jika subjek Cartesian muncul pada level enunciation (ucapan), ia harus direduksi menjadi the ‘almost nothing’ of disposable excrement di level konten yang telah diucapkan" (Žižek, 2000h: 157) .

 Deskripsi dan penggambaran  ini mendukung dua argumen yang berbeda dalam pekerjaan Žižek. “Subjective destitution, sebagai kesedihan narsisme dan pengungkapan kontingensi identifikasi, sebagai  pembuka rahasia bagi subjek, bahwa setiap ideologi pada tingkat tertentu bisa berubah secara arbiter, dan rekognisi relasi dengan yang the sublime beyond diancam oleh antagonis sosial, tidak pernah ada.  Ini ekuivalen dengan sikap etis Lacanian yang "tidak memberikan jalan pada Desire seseorang, " sebagai keteguhan perjuangan untuk penyebab tersebut, meskipun penolakan radikal kesempurnaan harapan-pemenuhan mimpi melimpah ruah (Žižek, 1989: 120). Pada garis ini, Žižek mengatakan bahwa traversal fantasi berarti "hilangnya kehilangan, pengakuan bahwa objek (a) adalah obyek yang hanya ada dalam fantasi dan bahwa The Other juga kekurangan/lacking (jawaban terakhir) (Žižek, 1989: 122).

Bagaimanapun Žižek, sejalan dengan "anti-historisisme“ Lukacsian yang dia dukung, dia juga menginginkan subjektivitas anti-ilmiah dan pasca-ideologis, "melampaui fantasi “, tetapi belum tentu melampaui utopianisme. Oleh sebab itu, ia memperkenalkan tahap ketiga, yang secara efektif menjadi negasi ganda dari titik awal dalam analisis symptomatik:

Pertama, kami harus menyingkirkan simptom-simptom seperti formasi kompromi, maka, kita harus " melintasi " fantasi sebagai kerangka untuk menentukan koordinat kenikmatan/enjoyment kita: ... yaitu, akses kita untuk keinginan/desire " murni"  akan selalu dibayar oleh kehilangan kenikmatan/enjoyment. Pada tahap terakhir, bagaimanapun, seluruh perspektif telah dibalik: kita harus mengidentifikasi secara tepat dengan bentuk khusus/partikular dari kenikmatan/enjoyment kita ( iže , 1991a: 138).

Sekarang kita memiliki pemahaman yang akurat tentang arti dari simbol dalam tahap kedua Graph of Desirekita berada dalam posisi untuk memahami makna dari yang remeh temeh, tetapi penting, pada kelalaian dalam eksposisi Žižek itu.  Secara singkat, sementara banyak Lacanian mengidentifikasi simbol S ( Ø ) dengan Hukum Simbolik (Fink, 1995a: 57-58; Zupancic, 2000: 140-169), dia  hanya menghubungan dengan dimensi ketidaklengkapan tatanan simbolik . Apa yang telah dilakukan Žižek adalah untuk membuat “loop enjoyment “,  di tahap kedua, berputar-putar hanya disekitar sinthome ideologis (misalnya, enjoyment rasis dari etnis ultra- nasionalisme), yang didukung oleh fantasi ideologis, yang sebagai rangkaian ketidaksadaran yang kebal terhadap setiap demistifikasi interpretatif. Konsekuensinya menjadi serius, karena ini membuat ketidaksadaran Žižekian menjadi domain eksklusif non-universalisable, kenikmatan tunggal, yang didukung oleh fantasi ketidaksadaran.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALTHUSSERIANISM

Louis Althusser menolak penafsiran yang bersifat mekanistik tentang hubungan antara basis dan superstruktur (Marx). Sebagai gantinya, dia mengemukakan konsep formasi sosial. Formasi sosial meliputi tiga jenis praktek: ekonomi, politik, dan ideologi. Superstruktur bukan pencerminan atau refleksi pasif dari basis, melainkan superstruktur berperan penting bagi eksistensi basis. Dengan begitu, superstruktur memiliki otonomi relatif . Tetap ada determinasi, namun determinasi tersebut berlangsung ‘pada saat terakhir,’ melalui apa yang disebut ‘struktur dalam dominansi’ ( structure in dominance ). Maksudnya, kendati ekonomi pada akhirnya selalu ‘menentukan’ bukan berarti dalam suatu kurun sejarah tertentu ekonomi harus dominan. Ekonomi akan menentukan ‘pada saat terakhir,’ sebab ekonomilah yang akan menentukan praktek mana yang dominan. Althusser mengajukan tiga definisi tentang ideologi. Yang pertama (dan ke

RUMAH YANG KEHILANGAN CERITA DARI FESTIVAL DRAMA PELAJAR 2012 DI SEMARANG

Oleh Afrizal Malna Sebuah pertunjukan teater, setelah layar ditutup dan penonton pulang, akhirnya tidak perduli: apakah pertunjukan itu dimainkan seorang pelajar, pengangguran, atau aktor yang sudah tua. Penonton hanya meminta sebuah pertunjukan yang dilakukan sungguh-sungguh. Tidak perlu minta maaf, karena persiapan yang kurang, pintu yang dipaku tidak rapi, atau tetek-bengek lainnya yang tidak tertangani; tidak dapat izin dari sekolah atau dari orang tua. Teater lahir, hanya karena kamu bisa berdiri, melihat, berbicara, bergerak dan diam; bisa bercermin, membuat bayangan, imajinasi dan ilusi. Dan penonton akan membawa ilusi itu ke dunia mereka masing-masing. Menyimpannya sebagai kisah yang mungkin akan diceritakannya kembali kepada sahabat-sahabat mereka, ketika pertunjukan itu berhasil tinggal lebih lama lagi dalam kenangan mereka. Teater membuat seseorang mulai berkenalan dari bagaimana cara menggergaji, memaku sebilah papan, menjahit, memerankan seseorang, menyamp

MENCARI TEATER VERSI ASRUL SANI* (1)

:  Dari apropriasi hingga ambivalensi, suatu penelusuran pascakolonial oleh Taufik Darwis Asrul Sani, bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin mungkin akan segera terdengar familiar dan  banyak dikenal di ranah sastra daripada di ranah teater sebagai sebagai salah satu tokoh sastra Angkatan’45.  Nama Asrul Sani mungkin lebih banyak dikenal oleh para pelaku/aktivis teater hanya sebagai penerjemah. Nama tersebut ditemui karena kerap tercantum di naskah-naskah drama terjemahan yang dipilih untuk dipentaskan. Mereka yang lebih jeli dan sangat sungguh ingin mengasah kemampuan aktingnya juga akan menemukannya di buku lawas metode akting salah satu tokoh teater Rusia, itu pun sebagai penerjemah. Secara mudah mungkin kita tidak banyak memper ma salahkan kenapa nama itu kerap tercantum sebagai penerjemah di dalam literatur sastra drama dan teater kita, karena memang kita menganggap tidak ada masalah dengan praktik penerjemahan itu. Maka dari itu, tulisan ini mencoba menelusuri dan menemuka