![]() |
Di sini Boucher menjelskan 3 momen di dalam pemikiran ŽIŽEK yaitu, HEGEL (SUBJEK OBKEK TIDAK
BERSATU) , LACAN (TIDAK BISA BERSATU),
POSTMARXIS. Žižek mengatakan Ssubjek objek bisa bersatu di fase real,
maka dari itu Boucher berpendapat bahwa Žižek
bukan Lacanian, tapi Hegelian.
Sementara itu Boucher berpendapat sesuai Graph of Desire Lacanian, bahwa
meskipun level libidinal dan meaning berhubungan,
tetapi bisa dan perlu dipisahkan ketika kita menganalisa.
Selanjutnya, BOUCHER BERPENDAPAT, TULISAN
ORANG POSTRUKTURALIS YANG DIPEROLEH ALTHUSSER, ITU CUMA FOKUS KELEVEL MEANING. ESAI,
KRITIK, atau tulisan yang MASIH PAKAI BERSUMBER DARI ALHUSER ITU MASIH PAKE
LEVEL MEANING. ENJOYMENT: TIDAK.
Bagiamana yang dikritik Boucher terhdap
Laclau-Moufe? pemikiran LM tentang teori ideologinya, yang mengatakan bahwa wacana
itu multiple, terpencar. LM menurut Boucher memfokuskan diri pada level makna. Boucher
menilai bahwa kritik ideologi Žižek itu menganalisis ideologi itu ke atas
(pasca simbolik), sementara postalthusserian berkutat di meaning (simbolik).
Sebab dimensi dibalik yang menerobos
ideolgi subjektifitas sosial, bukanya muncul dari desimenasi text (makna), akan
tetapi jarak yang terjembatani subjektifitas seseorangs atas ketunduknnya
dia pada bahasa ( mis: kita sebagai
dunia ketiga) dan materialitas tubuh (ada geliat, dororangan
kita lewat tubuh. Maka, kehidupan sosial, aman dan damai itu mustahil,
bersarkan teori Lacan real of enjoyment, karena struktur simbolik itu dilanggar
oleh desire (setiap subjek yang ada dimasyarakat).
Laclau-Moufe memakai konsep field of diskursivity (teori artikulasi: masayakat sebagai bahasa),
sementara Žižek menggunakan real of enjoyment (teori hasrat),
yaitu proses subversi
strukstur simbolik oleh kekuatas desire,
yang berakibat subjek mengalami gak bisa tidur, gelisah. Di sini kita melihat ada dua pasang subjek : subjek of statetmen (meaning) dan subjek enuntciation (enjoyment), alienasi dan separasi (memisahkan diri). Žižek sampai pada kesimpulan atas keterpisahan ini yaitu, dengan mengasumsikan, bahwa divisi keterbelahan dalam subjek dalam satu
drive tak sadar untuk memusnahkan Lyan (Hitler). Mengapa lyan perlu dimusnakkan, karena subjek menghalangi
identifikasi (imajiner).
![]() |
Dalam buku Sublime Object of Ideology (SOI), Žižek memperluas teori ideologi Althuser dengan menggunakan “Graph of Desire” Lacan. (Boucher) sangat setuju dengan itu, tapi dia juga tidak sepakat bahwa subjek-objek itu identik. Pertama, Žižek luput atas ketidaksadaran Hukum Simbolik, yang membuatnya memperlakukan ketidaksadaran sebagai kenikmatan libidinal eklusif, hingga mengabaikan pentingnya peran generatif larangan inses .Kedua, substitusi Žižek atas agensi subjek - yang seharusnya- " mengantisipasi " proses interpelasi mereka dalam tindakan pengambilan keputusannya sendiri, di mana subjek memiliki nama mereka karena ditentukan oleh takdir/nasib mereka sebagai orang asing. Point utama yang didiskusikan Žižek adalah bahwa ‘dibalik’ multiple subject-position, yang ditempati oleh agen, terdapat tidak hanya subject before subjectivation, yang terletak pada the logical quasi-transcendental of the empty (“barred,” or “unconscious“), tetapi juga the materiality of the object of the drives dan the unconsiusnes libidinal investment of the subject.
Secara umum, di bidang pasca-Marxis, konsep
Žižek tentang “subject before subjectivation " dan "Sublime
object of ideology" tergantung
pada kategori Real (the Real of enjoyment) sebagai bantuan yang tersembunyi untuk, dan mensubversi ranah Simbolik. Žižek bertujuan untuk
berteori/menteorikan " enjoyment
sebagai faktor politik“, yaitu,
ketergantungan tersembunyi memerintah
(berkuasa) penanda utama (master signifier) atas "menghilangnya intervensi “subject before subjectivation "
yang mempunyai sikap histeris (tapi)
ditopang oleh kenikmatan mereka sendiri
yang tidak bisa dijelaskan/terbahasakan, yang didapat dari kepatuhan
mereka sendiri. Tujuan dari analisis ini
hendak membebaskan subyek dari ilusi adanya “sublime object of
ideology" dan to
force recognition of the world-constituting power of the subject qua vanishing
mediator in the historical process. Kita
diminta untuk mengakui ada subjek yang selalu menghilang (ulisif dan alusion),
tapi justru subjek itulah yang menghadirkan dunia. Zizek mau mengajak kita
menggarap dunia enjoyment sebagai trust of ideology...tidak dimaknanya.
Tujuan Žižek menggunakan “Graph of Desire”
Lacanian adalah untuk menunjukkan
mengapa enjoyment merupakan hakikat dari ideologi dan untuk menjelaskan,
bagaimana mencari kemungkinan seorang
intelektual kritis mempertahankan jarak
kritisnya dari Master Signifier. (194) Cara berfikir Žižek dalam dunia ideologi harus bisa membuat kita akrab dengan sejarah masing-masing kelompok
sosial.
![]() |
mempertemukan antara makhluk libido dan bahasa |
Dalam “level” paling bawah dari “Graph of
Desire”, vektor melintas dari “Signifier” ke “Voice” ini merupakan/menunjukan dimensi diakronik
(bergerak dari kiri ke kanan). ini disebut dunia simbolik, terjadi
penggunaan bahasa. Dimensi sinkronik dari proses penjangkaran (anchoring) digambarkan sebagai equivalential chain yang
berasal/melintas dari divided
subject (subjek yang terbagi),$, to the Ego-Ideal, I(O). Apa yang Lacan tunjukan/istilahkan sebagai
“effect of retroversion” merupakan hasil intervensi Master Signifier yang
menentukan arti/makna dari rantai pemaknaan (the chain of signification):
“Point de Capiton” mewakili, holds the place of, the big Other, the synchronous code, in the
diachronous signifier’s chain” (Žižek, 1989: 103).
Kalau orang ngomong itu berarti menggunakan
salah satu penanda yang ada di O.. Subjek pun bertanya-tanya..maknanya itu apa?
Maknanya itu dikasih tau oleh O. Hasil
pemaknaan semacam ini tidak lain adalah alienasi. Maknanya apa? Untunk menentukan petanda atau makna, orang tidak asal begitu saja tapi
mempertimbangkan Master Signifier. Dengan kata lain S(o): dari O, ego, Master
Signifier.
Žižek mengkritik reduksi postmodern (Laclau-Moufe):
setiap subjek yang menyebar dan
menempati posisinya masing-masing, bisa
bersatu secara imajiner oleh simbol politik. "subject before subjectivation"
dan " sublime
object of ideology” " tidak bisa direduksi menjadi soal identitas agen
. Dalam istilah Lacanian yang dikembangkan
Žižek, perdebatan ini bisa bisa dieksplorasi melalui pertanyaan berikut:
mengingat bahwa “Graph of Desire” Lacanian terdiri dari dua " sel
" analitis yang berbeda level, mengapa ada tingkat kedua, yang " melampaui” kesalinghubungan
Identitas Imajiner dan identifikasi
Simbolik?
Setiap interpelasi-subjetifikasi dibayang-bayangi
oleh kemungkinan munculnya pertanyaan histeris yang ditujukan pada master
signifier: “is that
it?” Pertanyaan yang menghisteriskan:
"Che Vuoi?" "Apa yang kau inginkan?"- Dialami oleh subjek
sebagai kecemasan/ kegelisahan yang tak tertahankan. Kecemasan/kegelisahan yag
menurut Lacan adalah satu-satunya emosi
yang tidak pernah berbohong, mengandung pengalaman the dimension of the death drive, the dimension
of the Real of enjoyment. "Pertanyaan histeris membuka gap apa
yang ‘in the subject more
than the subject’ dari objek dalam subjek yang
menolak interpelasi-subordinasi subjek, dimasukkan dalam jaringan
simbolik" (Žižek, 1989: 113). Pertanyaan histeris menunjukan bahwa proses
interpelasi gagal, yaitu karena ketidakmampuan subyek untuk sepenuhnya memikul
mandat simbolis
d:
need-demand
Bagi Žižek, "
Apakah yang The Other inginkan dari saya ?" menunjukkan
dimensi Simbolik dari keinginan (desire), sebagai lawan permintaan
Imaginer ( Žižek , 1989:112 ). Desire, didefinisikan oleh Lacan: apa
yang di dalam permintaan tidak dapat diturunkan menjadi kebutuhan, yang
kemudian ditanggung oleh penanda dan menjadi bentuk suatu teka-teki (enigma): the desire of the Other. Ketika Subyek memasuki ranah sosial, maka,
dengan asumsi mandat simbolik, dan, karena jawaban dari The Other selalu enigmatik/penuh teka-teki/tidak
terbaca, apa yang subyek temukan
sehingga memasuki the
Symbolic Order secara otomatis menjadi disjungsi (pemisahan) antara identifikasi antisipatif mereka dan
konfirmasi/penerimaan misterius dalam jawaban the Other. Disjungsi ini menandai
keluar ruang tanda tanya, Che Vuoi?
$ ◊ a
Dua level grafik Lacan menunjukan gap permanen antara ucapan
(enunciation) (peristiwa ngomongnya) dan pernyataan (statement) hasil
yang kemudian di-recast (susun kembali) oleh Žižek menjadi: dimensi
performatif (illocutionary
force) dan dimensi konstatif (locutionar
content) yang menjadi cara berbahasa seseorang ketika memikul mandat sosial. Kemudian, subjek tidak puas
dengan statement karena tidak ada jaminan. Sebab jaminanya di atas. Misalnya:
kontrak politik. Hampir pasti tidak ada perubahan. Diveded muncul karena subjek
mengungkapkan statment yang membelah subjek..gara-gara subjek ngomong. Celakanya
:kita tidak melihat lost objek. Lost object harus dicari ke atas,
tapi subjek hanya punya modal jejak yang berupa ‘a’ (status subjek). Disiilah
peristiwa fantasi. (subjek menjelang seeking, Tapi bagaimana mencarinya?
Petualangan. Sesuatu yang pantas menjadi
object a, itu diambil dari penanda.
Di titik pertemuan enjoyment dan signifier terletak rumus drive, ( $ ◊ D ), yang menunjukkan ketidaksempurnaan evakuasi enjoyment dari tubuh. Drive dan kepuasannya diperoleh dalam rangkaian tak berujung di sekitar objek ( a) - yang tertulis di tubuh sebagai zona erotis dan ditunjuk oleh D, permintaan simbolik (sebagai penolakan kebutuhan alami ). Žižek menafsirkan ( $ ◊ D ) dengan rumus sinthome: Formasi penandaan tertentu yang langsung merembes dengan enjoyment, yaitu, hubungan mustahil kenikmatan dan penanda"(Žižek, 1989: 123).
Strategi Politik dan Identifikasi Sosial
Motivasi Žižek memperkenalkan "agency of the subject" dalam dialektika Lacanian adalah ambisi kritik ideologi-nya untuk mengganti konformitas terhadap struktur yang ada dengan cara melakukan identifikasi (dengan) tatanan sosial baru. (p. 201) Jika interpelasi ideologi merupakan pemaksaan, diatur oleh dialektika identifikasi retroaktif, maka bagaimana subyek harus mengganti dominasi yang terjadi menjadi proses identifikasi proleptik dengan pembebasan? Konsepsi Althusserian tentang perjuangan politik di antara dan di dalam ISA, menyediakan kuncinya untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Menurut Boucher, Žižek, bagaimanapun, telah mengonseptualisasikan ketidasakdaran hanya beputar-putar di wilayah sinthome ideologis, yang disemen ( lama ) oleh fantasi sosial, berada dalam posisi di mana jawaban atas pertanyaan ini harus melibatkan menyediakan subjek dengan ketidaksadaran yang sama sekali (semuanya) baru . Žižek mengensankan fantasi, sebagai “a screen masking a void”, yang pada dasarnya tidak berarti dan karena itu tidak dapat demistifikasi melalui prosedur standar kritik ideologi sayap kiri: (kontekstualisasi sejarah dan analisis kelembagaan "siapa yang diuntungkan“). Fantasi sosial tidak bisa direduksi menjadi rantai yang berbeda antara significaton structured by “nodal point”, atau master signifier, karena itu semua membantu di dalam analisis akhir, by “thenon-sensical, pre-ideological kernel of enjoyment” (Žižek, 1989: 124)
Untuk Žižek, nasionalisme menempati the unconscious Thing: pusat gravitasi dan hidden support bagi demokrasi ( Žižek , 1993 :222 ). Žižek mengklaim Nationalist enjoyment, sangat berlawanan dengan kerangka demokrasi liberal netral-universal, "dalam arti bahwa proyek demokrasi formal terbuka bagi terjadinya fundamentalisme" ( Žižek ,1993: 221). Sekali lagi, Boucher melihat kecenderungan Žižek untuk menyelaraskan universalitas formal dengan ranah diskursif (pra) sadar dan membuatnya tergantung pada singularitas non universalisable di dalam the Real. Karena setiap ranah diskursif pada akhirnya dirajut oleh a real kernel of enjoyment—karena setiap makna ideologis didukung oleh ritual kelembagaan-Žižek mengembangkan apa yang disebut, sedikit ironis, "dua taktik radikalisme postmarxian dalam revolusi demokratik". Ini adalah taktik The Charmed Circle of Ideology untuk "mencari dan menghancurkan," atau, seperti Žižek jelaskan, the interpretation of symptoms and the traversal of the fantasy.
Ambil contoh "fantasi fundamental “Marxian, dalam Naskah Ekonomi dan Filosofis Marx 1844, komunisme sebagai disalienasi dalam masyarakat yang harmonis. Berbeda dengan permintaan postmarxian untuk meninggalkan semua utopia sepenuhnya (Stavrakakis, 1999: 99-121), psychoanalytically-informed telah menyarankan bahwa "traversal fantasi" berarti membentuk kembali utopia sebagai penghakiman teleologis tak tentu, yang artinya, its retreat from foundation to a horizon (Copjec, 1996 :xxv-xxvi, Homer, 1998). Politik sosialis mempertahankan visi komunisme sebagai tujuan regulatif dan bukan cetak biru sosial. — Jawaban Žižek untuk masalah ini adalah “subjective destitution”. Untuk Žižek, reduksi subyek untuk suatu “excremental remainder” mengungkapkan matriks elementer subjektivitas: " jika subjek Cartesian muncul pada level enunciation (ucapan), ia harus direduksi menjadi the ‘almost nothing’ of disposable excrement di level konten yang telah diucapkan" (Žižek, 2000h: 157) .
Deskripsi dan penggambaran ini mendukung dua argumen yang berbeda dalam pekerjaan Žižek. “Subjective destitution”, sebagai kesedihan narsisme dan pengungkapan kontingensi identifikasi, sebagai pembuka rahasia bagi subjek, bahwa setiap ideologi pada tingkat tertentu bisa berubah secara arbiter, dan rekognisi relasi dengan yang the sublime beyond diancam oleh antagonis sosial, tidak pernah ada. Ini ekuivalen dengan sikap etis Lacanian yang "tidak memberikan jalan pada Desire seseorang, " sebagai keteguhan perjuangan untuk penyebab tersebut, meskipun penolakan radikal kesempurnaan harapan-pemenuhan mimpi melimpah ruah (Žižek, 1989: 120). Pada garis ini, Žižek mengatakan bahwa traversal fantasi berarti "hilangnya kehilangan“, pengakuan bahwa objek (a) adalah obyek yang hanya ada dalam fantasi dan bahwa The Other juga kekurangan/lacking (jawaban terakhir) (Žižek, 1989: 122).
Bagaimanapun Žižek, sejalan dengan "anti-historisisme“ Lukacsian yang dia dukung, dia juga menginginkan subjektivitas anti-ilmiah dan pasca-ideologis, "melampaui fantasi “, tetapi belum tentu melampaui utopianisme. Oleh sebab itu, ia memperkenalkan tahap ketiga, yang secara efektif menjadi negasi ganda dari titik awal dalam analisis symptomatik:
Pertama, kami harus menyingkirkan simptom-simptom seperti formasi kompromi, maka, kita harus " melintasi " fantasi sebagai kerangka untuk menentukan koordinat kenikmatan/enjoyment kita: ... yaitu, akses kita untuk keinginan/desire " murni" akan selalu dibayar oleh kehilangan kenikmatan/enjoyment. Pada tahap terakhir, bagaimanapun, seluruh perspektif telah dibalik: kita harus mengidentifikasi secara tepat dengan bentuk khusus/partikular dari kenikmatan/enjoyment kita ( iže , 1991a: 138).
Sekarang kita memiliki pemahaman yang akurat tentang arti dari simbol dalam tahap kedua Graph of Desire, kita berada dalam posisi untuk memahami makna dari yang remeh temeh, tetapi penting, pada kelalaian dalam eksposisi Žižek itu. Secara singkat, sementara banyak Lacanian mengidentifikasi simbol S ( Ø ) dengan Hukum Simbolik (Fink, 1995a: 57-58; Zupancic, 2000: 140-169), dia hanya menghubungan dengan dimensi ketidaklengkapan tatanan simbolik . Apa yang telah dilakukan Žižek adalah untuk membuat “loop enjoyment “, di tahap kedua, berputar-putar hanya disekitar sinthome ideologis (misalnya, enjoyment rasis dari etnis ultra- nasionalisme), yang didukung oleh fantasi ideologis, yang sebagai rangkaian ketidaksadaran yang kebal terhadap setiap demistifikasi interpretatif. Konsekuensinya menjadi serius, karena ini membuat ketidaksadaran Žižekian menjadi domain eksklusif non-universalisable, kenikmatan tunggal, yang didukung oleh fantasi ketidaksadaran.
Di titik pertemuan enjoyment dan signifier terletak rumus drive, ( $ ◊ D ), yang menunjukkan ketidaksempurnaan evakuasi enjoyment dari tubuh. Drive dan kepuasannya diperoleh dalam rangkaian tak berujung di sekitar objek ( a) - yang tertulis di tubuh sebagai zona erotis dan ditunjuk oleh D, permintaan simbolik (sebagai penolakan kebutuhan alami ). Žižek menafsirkan ( $ ◊ D ) dengan rumus sinthome: Formasi penandaan tertentu yang langsung merembes dengan enjoyment, yaitu, hubungan mustahil kenikmatan dan penanda"(Žižek, 1989: 123).
Fantasi...
"...
adalah konstruksi yang memungkinkan kita untuk mencari pengganti ibu
(maternal), namun pada saat yang sama menjaga jarak kita agar tidak terlalu
dekat dengan the maternal
Thing" ( Žižek , 1989 : 119-120 ). “ (p.199) ... muncul sebagai respon
terhadap teka-teki mengerikan Desire ( atau Lack ) di dalam The Other dan, yang pada saat yang sama,
fantasi membangun kerangka possible to desire.
(p.200). Dengan kata lain, kita menyesuaikan diri kita bagi sebuah posisi
sosial kita dengan cara berfantasi di dalam keseluruhan yang bermakna : “society as a Corporate Body is the fundamental
ideological fantasy” (Žižek,
1989: 126). Fantasi adalah kunci untuk mengubah ketergantungan, identifikasi
retroaktif menjadi penting untuk mengantisipasi identittas —tetapi
tidak boleh dilupakan bahwa fantasi adalah contoh terakhir ilusi, menutupi/menopengi
secara radikal karakter yang berlawanan dari the
dialectics of symbolic
identification and imaginary identity. (p.200)
Strategi Politik dan Identifikasi Sosial
Motivasi Žižek memperkenalkan "agency of the subject" dalam dialektika Lacanian adalah ambisi kritik ideologi-nya untuk mengganti konformitas terhadap struktur yang ada dengan cara melakukan identifikasi (dengan) tatanan sosial baru. (p. 201) Jika interpelasi ideologi merupakan pemaksaan, diatur oleh dialektika identifikasi retroaktif, maka bagaimana subyek harus mengganti dominasi yang terjadi menjadi proses identifikasi proleptik dengan pembebasan? Konsepsi Althusserian tentang perjuangan politik di antara dan di dalam ISA, menyediakan kuncinya untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Menurut Boucher, Žižek, bagaimanapun, telah mengonseptualisasikan ketidasakdaran hanya beputar-putar di wilayah sinthome ideologis, yang disemen ( lama ) oleh fantasi sosial, berada dalam posisi di mana jawaban atas pertanyaan ini harus melibatkan menyediakan subjek dengan ketidaksadaran yang sama sekali (semuanya) baru . Žižek mengensankan fantasi, sebagai “a screen masking a void”, yang pada dasarnya tidak berarti dan karena itu tidak dapat demistifikasi melalui prosedur standar kritik ideologi sayap kiri: (kontekstualisasi sejarah dan analisis kelembagaan "siapa yang diuntungkan“). Fantasi sosial tidak bisa direduksi menjadi rantai yang berbeda antara significaton structured by “nodal point”, atau master signifier, karena itu semua membantu di dalam analisis akhir, by “thenon-sensical, pre-ideological kernel of enjoyment” (Žižek, 1989: 124)
Untuk Žižek, nasionalisme menempati the unconscious Thing: pusat gravitasi dan hidden support bagi demokrasi ( Žižek , 1993 :222 ). Žižek mengklaim Nationalist enjoyment, sangat berlawanan dengan kerangka demokrasi liberal netral-universal, "dalam arti bahwa proyek demokrasi formal terbuka bagi terjadinya fundamentalisme" ( Žižek ,1993: 221). Sekali lagi, Boucher melihat kecenderungan Žižek untuk menyelaraskan universalitas formal dengan ranah diskursif (pra) sadar dan membuatnya tergantung pada singularitas non universalisable di dalam the Real. Karena setiap ranah diskursif pada akhirnya dirajut oleh a real kernel of enjoyment—karena setiap makna ideologis didukung oleh ritual kelembagaan-Žižek mengembangkan apa yang disebut, sedikit ironis, "dua taktik radikalisme postmarxian dalam revolusi demokratik". Ini adalah taktik The Charmed Circle of Ideology untuk "mencari dan menghancurkan," atau, seperti Žižek jelaskan, the interpretation of symptoms and the traversal of the fantasy.
Ambil contoh "fantasi fundamental “Marxian, dalam Naskah Ekonomi dan Filosofis Marx 1844, komunisme sebagai disalienasi dalam masyarakat yang harmonis. Berbeda dengan permintaan postmarxian untuk meninggalkan semua utopia sepenuhnya (Stavrakakis, 1999: 99-121), psychoanalytically-informed telah menyarankan bahwa "traversal fantasi" berarti membentuk kembali utopia sebagai penghakiman teleologis tak tentu, yang artinya, its retreat from foundation to a horizon (Copjec, 1996 :xxv-xxvi, Homer, 1998). Politik sosialis mempertahankan visi komunisme sebagai tujuan regulatif dan bukan cetak biru sosial. — Jawaban Žižek untuk masalah ini adalah “subjective destitution”. Untuk Žižek, reduksi subyek untuk suatu “excremental remainder” mengungkapkan matriks elementer subjektivitas: " jika subjek Cartesian muncul pada level enunciation (ucapan), ia harus direduksi menjadi the ‘almost nothing’ of disposable excrement di level konten yang telah diucapkan" (Žižek, 2000h: 157) .
Deskripsi dan penggambaran ini mendukung dua argumen yang berbeda dalam pekerjaan Žižek. “Subjective destitution”, sebagai kesedihan narsisme dan pengungkapan kontingensi identifikasi, sebagai pembuka rahasia bagi subjek, bahwa setiap ideologi pada tingkat tertentu bisa berubah secara arbiter, dan rekognisi relasi dengan yang the sublime beyond diancam oleh antagonis sosial, tidak pernah ada. Ini ekuivalen dengan sikap etis Lacanian yang "tidak memberikan jalan pada Desire seseorang, " sebagai keteguhan perjuangan untuk penyebab tersebut, meskipun penolakan radikal kesempurnaan harapan-pemenuhan mimpi melimpah ruah (Žižek, 1989: 120). Pada garis ini, Žižek mengatakan bahwa traversal fantasi berarti "hilangnya kehilangan“, pengakuan bahwa objek (a) adalah obyek yang hanya ada dalam fantasi dan bahwa The Other juga kekurangan/lacking (jawaban terakhir) (Žižek, 1989: 122).
Bagaimanapun Žižek, sejalan dengan "anti-historisisme“ Lukacsian yang dia dukung, dia juga menginginkan subjektivitas anti-ilmiah dan pasca-ideologis, "melampaui fantasi “, tetapi belum tentu melampaui utopianisme. Oleh sebab itu, ia memperkenalkan tahap ketiga, yang secara efektif menjadi negasi ganda dari titik awal dalam analisis symptomatik:
Pertama, kami harus menyingkirkan simptom-simptom seperti formasi kompromi, maka, kita harus " melintasi " fantasi sebagai kerangka untuk menentukan koordinat kenikmatan/enjoyment kita: ... yaitu, akses kita untuk keinginan/desire " murni" akan selalu dibayar oleh kehilangan kenikmatan/enjoyment. Pada tahap terakhir, bagaimanapun, seluruh perspektif telah dibalik: kita harus mengidentifikasi secara tepat dengan bentuk khusus/partikular dari kenikmatan/enjoyment kita ( iže , 1991a: 138).
Sekarang kita memiliki pemahaman yang akurat tentang arti dari simbol dalam tahap kedua Graph of Desire, kita berada dalam posisi untuk memahami makna dari yang remeh temeh, tetapi penting, pada kelalaian dalam eksposisi Žižek itu. Secara singkat, sementara banyak Lacanian mengidentifikasi simbol S ( Ø ) dengan Hukum Simbolik (Fink, 1995a: 57-58; Zupancic, 2000: 140-169), dia hanya menghubungan dengan dimensi ketidaklengkapan tatanan simbolik . Apa yang telah dilakukan Žižek adalah untuk membuat “loop enjoyment “, di tahap kedua, berputar-putar hanya disekitar sinthome ideologis (misalnya, enjoyment rasis dari etnis ultra- nasionalisme), yang didukung oleh fantasi ideologis, yang sebagai rangkaian ketidaksadaran yang kebal terhadap setiap demistifikasi interpretatif. Konsekuensinya menjadi serius, karena ini membuat ketidaksadaran Žižekian menjadi domain eksklusif non-universalisable, kenikmatan tunggal, yang didukung oleh fantasi ketidaksadaran.
Komentar
Posting Komentar