Langsung ke konten utama

MANFAAT NEGASI DALAM IDEOLOGI (catatan-coretan)




Negasi adalah strategi orang ngomong, Apa manfaatnya negasi dalam kaitannya dengan pemahaman ideologi? Kita selalu  khawatir ketika dihadapan ideologi kita tidak otentikNegasi bisa  dieksplor faedahnya untuk menghadapi ideologi, (bisa dipraktekan: strategi menghadapi ideologi). Untuk dikaitkan dengan macam-macam posisi subjek dalam psikoanalisa, ada yang neurosis, psikosis, preversi, yang punya cara sendiri dalam mengatakan kebenaran.

Ada orang yang selalu mengatakan sesuatu hampir selalu yang negatif. Kenapa? Mencari aman. Pura-pura mengatakan tidak supaya menunjukan yang iya. Ada pura iya, ada pura-pura tidak, ini ada dua jenis subjek.
-      
     Gagasan negasi dalam Lacan, pertama-tama dipake dalam misrecognition, ada dua hal yang terjadi bersama-sama: afirmasi dan negasi. Mengafirmasi menemukan dirinya dan mengatakan itu bukan dirinya (hanya bayangan). Ini adalah Split dalam tataran imajiner. Kita menegasi sesuatu yang ada, tapi bukan di sana.


     Negasi  penting dalam proses psikoanalisa klinis. Orang harus menemukan symptom.Negasi itu cara untuk ngomong kebenaran. Kalau dalam fase cermin, negasi adalah cara untuk menemukan identitas (identifikasi imajiner) cara untuk menemukan diri sendiri (bukan saya tapi ada saya). Untuk mengungkap yang tidak ada, negasi bukan cara yang tepat. Negasi juga disebut overderteminasi. Negasi cara untuk ngomong tapi tidak langsung, tidak langsung itu artinya apa? Tidak langsung orang hanya ngomong absentnya (tidak hadirnya), absent (tidak hadir) tidak sama dengan tidak ada: ngomong hanya untuk menutupi. Konteks negasi dalam  mimpi panjang, dalah ketika orang menceritakan sepotong-sepotong sajasecara sadar.

Perdebatan yang coba diangkat dari sini adalah, bagaimana mencari jalan keluar oleh subjek yang lahir karena interplasi, karena subjek tersebut menyisakan sesuatu (dalam tataran imajiner): unconsiusnes?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALTHUSSERIANISM

Louis Althusser menolak penafsiran yang bersifat mekanistik tentang hubungan antara basis dan superstruktur (Marx). Sebagai gantinya, dia mengemukakan konsep formasi sosial. Formasi sosial meliputi tiga jenis praktek: ekonomi, politik, dan ideologi. Superstruktur bukan pencerminan atau refleksi pasif dari basis, melainkan superstruktur berperan penting bagi eksistensi basis. Dengan begitu, superstruktur memiliki otonomi relatif . Tetap ada determinasi, namun determinasi tersebut berlangsung ‘pada saat terakhir,’ melalui apa yang disebut ‘struktur dalam dominansi’ ( structure in dominance ). Maksudnya, kendati ekonomi pada akhirnya selalu ‘menentukan’ bukan berarti dalam suatu kurun sejarah tertentu ekonomi harus dominan. Ekonomi akan menentukan ‘pada saat terakhir,’ sebab ekonomilah yang akan menentukan praktek mana yang dominan. Althusser mengajukan tiga definisi tentang ideologi. Yang pertama (dan ke

RUMAH YANG KEHILANGAN CERITA DARI FESTIVAL DRAMA PELAJAR 2012 DI SEMARANG

Oleh Afrizal Malna Sebuah pertunjukan teater, setelah layar ditutup dan penonton pulang, akhirnya tidak perduli: apakah pertunjukan itu dimainkan seorang pelajar, pengangguran, atau aktor yang sudah tua. Penonton hanya meminta sebuah pertunjukan yang dilakukan sungguh-sungguh. Tidak perlu minta maaf, karena persiapan yang kurang, pintu yang dipaku tidak rapi, atau tetek-bengek lainnya yang tidak tertangani; tidak dapat izin dari sekolah atau dari orang tua. Teater lahir, hanya karena kamu bisa berdiri, melihat, berbicara, bergerak dan diam; bisa bercermin, membuat bayangan, imajinasi dan ilusi. Dan penonton akan membawa ilusi itu ke dunia mereka masing-masing. Menyimpannya sebagai kisah yang mungkin akan diceritakannya kembali kepada sahabat-sahabat mereka, ketika pertunjukan itu berhasil tinggal lebih lama lagi dalam kenangan mereka. Teater membuat seseorang mulai berkenalan dari bagaimana cara menggergaji, memaku sebilah papan, menjahit, memerankan seseorang, menyamp

MENCARI TEATER VERSI ASRUL SANI* (1)

:  Dari apropriasi hingga ambivalensi, suatu penelusuran pascakolonial oleh Taufik Darwis Asrul Sani, bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin mungkin akan segera terdengar familiar dan  banyak dikenal di ranah sastra daripada di ranah teater sebagai sebagai salah satu tokoh sastra Angkatan’45.  Nama Asrul Sani mungkin lebih banyak dikenal oleh para pelaku/aktivis teater hanya sebagai penerjemah. Nama tersebut ditemui karena kerap tercantum di naskah-naskah drama terjemahan yang dipilih untuk dipentaskan. Mereka yang lebih jeli dan sangat sungguh ingin mengasah kemampuan aktingnya juga akan menemukannya di buku lawas metode akting salah satu tokoh teater Rusia, itu pun sebagai penerjemah. Secara mudah mungkin kita tidak banyak memper ma salahkan kenapa nama itu kerap tercantum sebagai penerjemah di dalam literatur sastra drama dan teater kita, karena memang kita menganggap tidak ada masalah dengan praktik penerjemahan itu. Maka dari itu, tulisan ini mencoba menelusuri dan menemuka