Ketika menulis proposal tesis yang saya kerjakan hampir satu tahun, saya sekarang lebih melihatnya sebagai hasil perencanaan atau lebih tepatnya hasil dari bocornya perencanaan daripada perencanan itu sendiri, dan mungkin lebih tepat, bocornya terlalu banyak. Tapi dari bocoran itu, akhirnya saya memutuskan untuk menjadikannya sebagai sebuah perencanaan yang baru, meskipun tidak baru sama sekali. Diawali dengan kalimatkalimat ST. Sunardi di dalam proses ujian proposal waktu lalu: “Untuk apa teater dibutuhkan? Apa yang teater bisa berikan? Kamu seperti jadi jauh dengan teater, belum terlalu kuat keyakinanmu terhadap teater”. Pertanyaan dan asumsi mendasar sekaligus subtantif tersebut dilontarkan kepada saya setelah mengajukan proposal tesis dengan judul Bayang-Bayang Kemiskinan: analisis arena dan kritik ideologi teater indonesia di dalam arena lembaga donor, studi kasus Hibah Seni Inovatif Yayasan Kelola. Pada proposal tersebut saya membuat hipotesa awal bahwa lemba
culture is where we feel most at home